Oleh : Ansori Barata
JabungDay.com – Tal, Lengkapnya Mikhail Thal, dikenal sebagai pecatur agresif yang paling jenius pada eranya. Meraih juara dunia pada 1960-1961. Dia dijuluki Penyihir dari Riga, the magician from Riga, lantaran permainannya yang mampu menyihir setiap lawan yang dihadapi. Tetapi Romi Hariyanto bukanlah penyihir seperti Tal.
“Perang Puputan, Perang habis-habisan Meraih Tiket Pencalonan”
Cuaca hari itu cerah, Senin, 26 Agustus 2024. Sekira pukul 4 sore Jamberita merilis berita mengejutkan, Saniatul Latifah mundur dari pencalonannya sebagai calon wakil gubernur Jambi mendampingi Romi Hariyanto.
Pengunduran diri Saniatul merupakan rentetan dari tidak keluarnya rekomendasi partai Golkar kepada pasangan ini. Publik benar-benar terkejut, begitu banyak rintangan dihadapi Romy untuk meraih tiket Calon Gubernur Jambi. Dan rintangan terakhir bisa dianggap sebagai “end game” nya Romi.
“Tak ada kata “sayonara”
Sebelum sang Petahana Haris-Sani berpesta mengadakan perayaan kotak kosong, ternyata langit masih berpihak pada Romi. Dalam beberapa jam calon pengganti dipersiapkan. Esoknya berita dari wa grup berseliweran menyebutkan Letjend (Purn) Sudirman mengganti posisi sang Madame golkar dari Tebo itu.
Sekalipun sihir terakhir Romi mampu menghadirkan pengganti Saniatul Latifah hanya dalam hitungan jam, ia sekali lagi belum bisa dianggap penyihir politik. Sebagian menganggap itu keberuntungan penghabisan. Tetapi bagi Romi, “otoritas langit sepertinya selalu berpihak kepadanya”.
“Confident, Modal Utama Romi”
Banyak pihak menyebut Romi “over confident” untuk total bertarung. Perasaan takdir selalu beruntung – menang di karir politik mungkin selalu didengungkan circle Romi dan membuat kepercayaan dirinya sulit diredakan.
Tingkat percaya diri yang tinggi, sesuatu yang membahayakan sekaligus modal utama Romi. Terhadap ini, tidak perlu ada yang mengingatkan. Masalahnya pertarungan sudah dimulai. Seiring itu, tak sedikit pula yang berpikiran, bahwa Romi memang ditakdirkan sebagai petarung yang tak pernah kalah. Se-Gatot Kaca itukah Romi? Jikapun tidak, di Jambi kita telah menemukan satu model politisi yang berbeda dari yang lainnya. Romi layak menerima itu, upah dari beban beban perjuangannya.
“Politik Emosi Massa”
Patrick R. Miller menjelaskan bahwa emosi memiliki pengaruh yang kuat dalam dunia politik. Wawan Kurniawan (UI) di kompasiana menambahkan pula, dalam konteks ini ia menulis bahwa emosi masyarakat menjadi alat yang efektif untuk mengendalikan opini publik.
Dua pendapat di atas, sudah diringkas Recep Tayyip Erdogan sejak awal dalam karir politiknya. Pemimpin rezim neo-ottoman ini menggunakan politik emosi untuk memperkuat kekuasaan. Erdogan menggabungkan narasi nasionalisme, identitas keslaman, dan retorika melawan elite sekuler dan kekuatan asing untuk mengonsolidasikan dukungan.
Adapun halnya Romy, sejak kesulitan mencari dukungan partai, ia juga mulai memakai mode politik ini. Ia membangun opini ketertindasan sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni partai yang terlihat brutal mengkooptasi skema kekuasaan dalam perhelatan pilkada serentak 2024.
“Ditindas, bangkit, ditindas bangkit, ditindas bangkit lagi” adalah salah satu narasi magic yang ia ucapkan dan diharapkan bisa memberi efek khusus simpati massa. Pada akhirnya, banyak juga yang berempati terhadap Romi dengan narasi ini, sayangnya gestur sosial Romi belum begitu mendukung untuk meneguhkan Romi sebagai calon yang menenangkan simpati masa. Namun setidaknya massa pemilih mulai terpolarisasi.
Pada titik ini, Romi sebenarnya tengah menjelma jadi Tal, penyihir dari Riga, pecatur yang hobi merokok dan mabuk, namun punya pemikiran yang diluar batas pemikiran manusia.
Sama halnya dengan Romi, yang daya tarungnya agak diluar nalar, namun nalar seperti inilah yang sesungguhnya bisa mengajari para politisi banci untuk belajar tidak jadi pecundang. Demikianlah, Kronik Romi memang tragis melewati berbagai babakan yang membentuk ia sampai pada hari ini. Seberapa kuatkah Romi?
” Kronik Sebelumnya, berbulan bulan lalu “
Pengorbanan (sacrifice) dan kombinasi-kombinasi serangan yang sangat sulit diprediksi menjadi ciri khas permainan Tal. Ia bermain dengan gaya yang berbeda dari grandmaster lain. Grand Master politik kita Romi Haryanto juga melakukan mode permainan yang sama, di lapangan yang sama. Papan catur hitam putih di depan Tal, dan lanscape hitam putih perpolitikan di arena tarung Romi.
Tetapi Masalah Romi tidak cukup sederhana, bahwa ia tidak memiliki cara untuk skakmat dengan sisa perwira yang ada. Benteng pertahanan Romi tinggal satu, itulah “tagline merakyat” yang tidak ia fungsikan dengan baik karena terjebak pada eforia perang setelah sekian waktu tersandera oleh tekanan tangan dingin Haris untuk mengandaskan obsesi Romi.
Pertama- tama, Romi berkorban dengan melakukan manuver awal, membatalkan pencalonan istrinya sebagai cabup Tanjabtim. Satu Banteng terlepas. Tidak lama kemudian, Romi harus -dipaksa- melepas jabatan sebagai ketua PAN, ini upah dari perlawanan politik Romi, pencopotan ini praktis membuat kader pion pion aktif pertahanan Romi habis dimakan lawan.
Pengorbanan berlanjut ketika ia mempersilahkan Bima putranya untuk membunuhnya dengan ketegaran ( Baca Elegi Bima Zabak.id). Tak lama kemudian Saniatul “dipaksa mundur”. Inilah sebentuk orkestra terbaik Romi di kancah perpolitikan. Kehilangan Bima membuat peluncur peluncur aktifnya hilang. Kehilangan Saniatul membuat ia berjuang tanpa perdana menteri yang ditengarai akan bisa memberikan peluang 60% menang.
” Sudah Sebangsat ini Rupanya Berpolitik di Indonesia kita “
Demikian mungkin yang ada di pikiran kita, termasuk Romi saat itu. Namun siapa sangka, sisa pion aktif Romi terus maju kedepan. Sebelum permainan benar-benar berakhir, pion aktif itu sampai juga di petak lawan, berubah jadi perdana menteri yang lebih garang, berpeluang, dan sepertinya akan bikin Haris memutar kepala. Letjend. (Purn) Sudirman, Ia lahir dari keberuntungan Romi yang cukup piawai melatih pion pergerakannya. Ada campur tangan Jefry Hendrik disni, suksesor Romi yang sangat berperan mengatur bidak bidak dan insiatif serangan.
” Rendezvous yang Romantis “
Pasca Sudirman hadir, Sihir Romi masih bergerak. Tapi tentu tak selincah Tal. Jika Tal konsisten berkorban. Romi sudah dalam status “tak ada lagi yang bisa dikorbankan”.
Tidak mungkin pula anak-anak ideologisnya dalam berpolitik seperti Dilla Hich ia korbankan demi pengorbanan suara kota beraroma kampung manggis, sekalipun itu agaknya dilakukan Romi juga dengan penyamaran sempurna.
Inilah politik, negoisasi tanah jajahan harus diperjelas, seperti Portugis dan Inggris yang secara barbar mencorat-coret peta dunia. Dan politik sesungguhnya adalah bagaimana mengharmonisasikan langkah kuda agar tak berbunyi di keramaian.
Maka, ketika kuda perang memang harus meringkik, praktis di titik ini sihir emosi masa tidak lagi bisa diterapkan. Terlalu berisik. Kehadiran Sudirman yang sempurna dan beraroma militer mau tidak mau membuat Romi harus tampil gagah, dominan bahkan superior.
Politik komando berpadu dengan politisi bernuansa magician. Perpaduan antara politik intelejen dan seni bertahan yang nestapa tengah menyatu, bertemu pada satu titik Rendezvous yang berlatar kerinduan Rakyat, Romantis ; Romi – Sudirman, Jambi fantastis, tagline pembuka yang terlihat di media sebagai narasi penyambutan sang Jenderal.
” Pola gerakan yang bergeser “
Romy akhirnya menemukan pola permainan baru. Cyber-cyber bekerja, elektabilitas, popularitas, apapun bentuk idiom politik dimainkan, dan harus meningkat, apapun caranya. Tal gaya baru sedang dimodifikasi Romi. Para tim bekerja siang malam, baik dengan upah, maupun yang benar benar berjuang dengan teriakan sekarat.
Barisan Romy mendadak luas, membesar, dan bebas. Serupa Bohemian Raphsody, puisi dahsyat yang siap melumat bait-bait pembangunan yang terlalu sering dibesar-besarkan squad Haris-Sani. Tentang pola ini, membeberkan keberhasilan pembangunan yang sering diumbar Haris dalam berita media dianggap sebagian pengamat sebagai “upaya menutup kegagalan lain yang lebih banyak”.
” Sebenarnya Haris Ketar-ketir “
Romi berhasil membangun spirit gerakan baru. Sebenarnya Haris ketar-ketir. Melalui satu sumber informan terpercaya terungkap jika Haris sempat khawatir dengan gerakan propaganda Romy. Haris berupaya mencari jalan, apapun caranya untuk menghentikan propaganda dan agitasi yang dilakukan cyber media Romi.
Dan sekira dua minggu lalu, hasil survey yang ditunjukkan sebuah lembaga survey memberikan infografis yang mencolok, Romi diunggulkan. Romi mulai kembali merasa sedikit di atas angin, namun mungkin masih jauh di bawah matahari kemenangan.
Banyak kalangan meragukan validitas survei ini. Walau demikian, tingkat percaya diri Romi, kabarnya semakin tinggi. Padahal, Mikhail Tal sendiri, mentor imajiner Romi Hariyanto, konon tak pernah memiliki ekspektasi yang berlebihan terhadap kemampuannya. Justru kemampuan Tal sendiri yang cenderung suka beradaptasi dengan proses kemenangan Tal.
Maka, Romi sekali lagi bukan Tal. Jika pengorbanan Tal sering signifikan dengan kemenangan, kekhawatiran kita justru signifikansi keberuntungan demi keberuntungan Romi, kali ini bisa mengacau bahkan merusak daya tarung Romi, lihat saja bagaimana hingga hari ini daya tarung Romi tidak diikuti skema pemenangan yang inovatif, masih terlihat biasa-biasa saja. Artinya, ada hal- hal prinsipil yang dilupakan Romi mengapa drama perjuangannya tidak se-epik paragraph pergerakannya. Mari teruskan membaca.
” Kembali ke Balai Rakyat “
Romi bukan pribadi yang pelupa. Namun, semakin kesini Romi mulai lupa dengan spirit perjuangan yang sebenarnya cukup agung itu, “Merakyat”.
Apapun misinya, ocehan-ocehan rakyat, program-program berbau rakyat harus lebih banyak disampaikan. Romi harus mengeluarkan peluru berbeda karena tak ada lagi martir yang bisa disodor ntuk melanjutkan model gerakan politik emosi massa. Ini sudah basi untuk terus dimakan publik.
Masalah Romi cukup sederhana, ia tidak memiliki cara untuk skakmat dengan sisa perwira yang ada, yakni benteng. Benteng pertahanan Romi hanya tinggal satu itulah mantra berbentuk tagline “merakyat”, yang tidak ia fungsikan dengan baik karena terjebak pada eforia perang setelah sekian waktu terdekap dalam manuver tangan dingin Haris yang ingin mengandaskan obsesi Romim
Kembali ke Balai Rakyat, hidupkan narasi-narasi kerakyatan. Program program seperti Tol Laut, jembatan layang, Kereta bawah laut adalah program prestisius yang tidak merakyat. Bahkan saat ini hanya terkesan sebagai dongeng pembangunan semata.
Lakukan kerja-kerja rakyat, promosi program yang menyentuh masyarakat. Isu Pengangguran, kaum miskin kota dan desa, beri solusi untuk menghidupkan perdagangan umum, UMKM, sawit, pertanian padi, pengembangan pasar, jalan, sekolah, kesehatan hingga bantuan sosial adalah bahasa rakyat tiada duanya yang masih logis untuk dipertegas.
Romi harus bisa membaca gejala rakyat. apa yang tampak terdekat itulah visi rakyat. Narasi ini harus dibangun Romi 45 hari ke depan karena melawan petahana, Romi harus menampilkan hal yang beda, jika sama, maka Romi tak memberikan nilai baru, sementara rakyat ingin melihat sesuatu yang baru, penampilan yang berbeda, serta masa depan yang berubah.
” Adu strategi di bulan terakhir, tak ada kata Pilkada Remis “
Sebagian besar pemain takut kehilangan menteri. Namun, tidak dengan Tal, yang bersedia memberikan menterinya secara gratis asalkan bisa unggul dalam posisi, momentum, dan inisiatif serangan.
Sesungguhnya, saat ini Romi unggul dalam posisi, kuat dalam monentum namun lemah dalam inisiatif serangan. Romi seperti tidak memiliki peluru aktif berhulu ledak tinggi pasca dua dua peluncurnya cacat dan dibegal Benteng pergerakan militan Haris. Dan kita tentu tahu, dalam Pilkada, tak ada kata Remis.
Pertarungan antara pasangan Romi – Sudirman dan Haris – Sani dalam Pilgub Jambi 2024 dapat diibaratkan duet dingin yang mencekam. Haris ingin bermain aman, sementara Romi harus mengambil langkah berani dengan pengorbanan, ia biarkan Tanjab Timur dimasuki Lawan, agar ia bisa leluasa menyusup area yang tak dipilih lawan. Hingga kini, Haris masih bermain aman dan standard, sementara Romi yang sejak awal penuh akrobatik justru tak tahu bagaimana caranya skakmat bisa dilakukan.
Haris – Sani, dengan tagline “Mantap,” mengandalkan posisi kuat dan soliditas, mengamankan tiap petak dan menjaga setiap bidaknya. Haris terus-terusan menawarkan kesinambungan dengan pengalaman petahana yang sudah ia anggap teruji. Strategi ini mengajak masyarakat Jambi untuk tetap bersama dalam kemapanan, menyatakan bahwa keberlanjutan adalah kunci menuju kemajuan.
Saatnyalah Romi – Sudirman, dengan tagline “Merakyat,” wajib menunjukkan keberanian untuk merangkul masyarakat dari akar rumput, menyoroti kebutuhan rakyat dan menggarisbawahi pentingnya pendekatan yang benar-benar menyentuh permasalahan sehari-hari.
Langkah pengorbanan terbaik mereka mungkin terletak pada mengkritisi kebijakan petahana yang bisa merugikan, baik yang sedang berjalan maupun rencana-rencana kemudian. Romi juga harus mengambil sikap yang lebih progresif, berusaha mendapatkan simpati dengan menjanjikan perubahan yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
Untuk melakukan ini, Romi butuh seniman pembangunan yang bisa membangun narasi kunci. Dalam segmen ini para akademisi tradisional terlalu lembut untuk menjadi orator apalagi aktor. Romi butuh asupan lain untuk membangun narasi yang mampu mempersempit ruang gerak Haris. Jika Haris dianggap sebagai kemapanan yang tak membawa perubahan maka Romi mestinya menyediakan kontruksi kreatifitas yang bisa membawa perubahan dan kemajuan.
Seorang pengamat lokal suatu kali pernah berkata kepada penulis. “mengalahkan Haris itu semudah membalikkan telapak tangan” Katanya dengan tenang. Tak lama kemudian ia melanjutkan “Tetapi tangan Haris kini sudah bercampur Besi”, ujarnya dengan nada dingin.
Dan Romi, seharusnya sudah tau bagaimana cara melunakkan besi. Untuk ini, Ia perlu merenung beberapa hari.
” Colega Forum, Pengamat Sosial “
*Daftar Baca :*
David Abdullah, 24 Maret 2021. Belajar Gila ala Mikharl Tal – Sang Penyihir dari Riga, (diakses tanggal 09 Oktober 2025) Kompasiana.com
Patrick R Miller 24 Maret 2011. Jurnal: The Emotional Citizen: Emotion as a Function of Political Psychology. Political Psykologi volume 32 issue 4, ( diakses tanggal 09 Oktober 2024) onelinelibrary.wiley.com
Wawan Kurniawan. 08 Agustus 2024. Politik emosi: ketika politikus mempermainkan mental publik, bagaimana rakyat mengatasinya? (diakses tanggal 10 Oktober 2024) theconservation.com